Sepekan – Investasi menjadi kunci untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 8 persen di bawah pemerintahan Prabowo Subianto. Namun, pemerintah perlu melakukan berbagai pembenahan untuk mengatasi ketertinggalan, terutama di tengah tantangan ekonomi yang tidak kondusif saat ini.
Presiden Prabowo Subianto bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka menargetkan pertumbuhan ekonomi 8 persen yang akan dicapai dalam lima tahun kepemimpinannya. Salah satu kuncinya dengan menarik investasi ke Indonesia.
Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Universitas Paramadina Handi Risza Idris menjelaskan bahwa investasi merupakan salah satu komponen dalam pendapatan nasional atau produk domestik bruto (PDB), yang dikenal sebagai pembentukan modal tetap bruto (PMTB). Dalam struktur PDB, kontribusi PMTB di Indonesia berada di bawah konsumsi rumah tangga, dengan nilai sebesar 29 persen. Tingkat pertumbuhan PMTB saat ini tercatat sekitar 5,15 persen.
”Nah, ke depan tentu kalau mencari komposisi yang ideal, ya tentu nilai investasi ini harusnya meningkat sudah di atas 30 persen. Alhasil, dalam jangka panjang, tentu kita bisa berharap ini bisa menstimulus pertumbuhan ekonomi kita ke depan,” ujar Handi dalam diskusi bertajuk ”Investasi dan Industri sebagai Faktor Kritis dalam Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen” yang diadakan secara daring, Senin (23/12/2024).
Dalam diskusi yang diadakan Institute for Development of Economics and Finance (Indef) itu hadir pula dua pembicara lain. Mereka adalah dosen Universitas Paramadina, Ariyo D P Irhamna; serta Direktur Kolaborasi Internasional Indef Imaduddin Abdullah.
Kinerja perekonomian nasional, Handi melanjutkan, akan dipengaruhi PDB serta PMTB. PMTB merupakan kontributor terbesar kedua terhadap PDB dari sisi pengeluaran, setelah konsumsi rumah tangga.
Namun, sejak 2017-2018, nilai investasi melebihi PDB. Tren itu tidak pernah dialami lagi hingga kini. Itu artinya pertumbuhan investasi terus merosot, bahkan di bawah pertumbuhan PDB itu sendiri.
”Ini satu kondisi yang harus dipahami pengambil kebijakan. Ternyata dalam hampir 10 tahun terakhir, pertumbuhan investasi kita itu di bawah pertumbuhan PDB kita atau pertumbuhan ekonomi kita,” kata Handi.
Pada awal pemerintahan Presiden Joko Widodo (2014), investasi terhadap PDB sebesar 32,57 persen. Kemudian, pada akhir 2019 menyusut menjadi 32,33 persen. Trennya terus menurun hingga pada 2023 menjadi 29,33 persen. Fenomena ini selaras dengan kontribusi industri manufaktur terhadap PDB yang terus menyusut.
Nilai investasi penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) juga tidak terpaut jauh, sudah cukup berimbang. Realisasi PMA berdasarkan sektor juga didominasi sektor-sektor yang sifatnya sekunder.
Realisasi investasi pada triwulan III-2024 mencapai Rp 432,48 triliun. Secara rinci, nilai investasi PMA sebesar Rp 232,65 triliun disusul PMDN dengan Rp 198,83 triliun. Sektor investasi didominasi transportasi, gudang, dan telekomunikasi; industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya; serta pertambangan.
Handi mengatakan, hilirisasi yang dilakukan pemerintah mulai berbuah. Industri logam dasar sebagai sektor sekunder lebih tinggi. Jika sebelumnya Indonesia banyak menjual bahan-bahan baku, kini mulai diolah yang berdampak terhadap nilai investasi.
Meski demikian, proses investasi Indonesia masih tergolong belum efisien. Sebab, angka itu tergambar dalam besaran yang menggambarkan besarnya tambahan investasi baru yang dibutuhkan untuk menambah satu unit output atau incremental capital output ratio (ICOR). Makin tinggi ICOR, investasi makin tidak efisien.
”ICOR ini terkait dengan persoalan-persoalan yang menyebabkan terjadinya inefisiensi dari investasi kita, di antaranya faktor perizinan. Ini masih belum terselesaikan, ya. Walau kita sudah punya omnibus law, perizinan di Indonesia masih rumit,” tutur Handi.
Selain perizinan, nilai ICOR dipengaruhi beragam faktor lain, yakni infrastruktur, regulasi daerah, korupsi, serta ketersediaan sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM). Nilai ICOR Indonesia saat ini 6,5-6,8 poin. Apabila Indonesia ingin tumbuh 8 persen, nilai ICOR harus berada pada angka 3-4 poin.
Saat ini merupakan tahun pertama pemerintahan berjalan. Tahun ini juga tahun pertama pelaksanaan rencana pembangunan jangka menengah nasional. Pada tahun yang sama pula, periode pertama dijalankannya rencana pembangunan jangka panjang nasional.
”Kalau di sini kita gagal, ke depannya akan makin sulit,” kata Handi.
Indonesia membutuhkan investasi Rp 13.528 triliun hingga Rp 14.000 triliun dalam lima tahun ke depan guna mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen. Sebanyak 30 persen di antaranya ditopang investasi. Investasi di Indonesia ditargetkan tumbuh 13-19 persen selama lima tahun ke depan, tetapi menghadapi tantangan kepastian hukum.
Performa kawasan ekonomi khusus
Kawasan ekonomi khusus atau KEK merupakan salah satu wadah pemerintah menarik investasi. Namun, kondisi daerah ternyata belum sesuai ekspektasi investor.
Ariyo mengatakan, investor kerap menemukan daerah yang belum siap digarap. Daerah yang masih ”mentah” sehingga harus disiapkan dari nol. Selama ini, area-area berstatus KEK hanya diberi waktu tiga tahun untuk membangun infrastruktur dari awal.
”Jadi, ketika diberi status KEK, (daerah) itu belum punya infrastruktur sehingga banyak investor datang ke KEK kita karena on paper bagus. Namun, saat dilihat ke lapangan, jalan belum ada, akses masih buruk,” ujar Ariyo.