Sepekan – Tokoh masyarakat asal Kuningan, Jawa Barat, yang tinggal di Jakarta, H. Atang Sugiono, mendukung penuh adanya uji materi UU Pilkada ke MK agar kotak kosong dalam kertas suara disediakan di semua daerah yang menyelenggarakan Pilkada 2024, tidak terbatas pada daerah dengan calon tunggal.
Menurutnya kotak kosong ini memang sebaiknya disediakan untuk mengakomodir suara masyarakat yang tidak mendukung pasangan calon mana pun. “Saya sih setuju itu, semoga dikabulkan (MK),” jelasnya kepada KBA News Jumat, 20 September 2024.
Karena warga Condet, Jakarta Timur, ini termasuk yang kecewa dengan elite partai politik yang tidak mendengarkan suara rakyat dalam mengusung kandidat. Dia sendiri sangat berharap Anies kembali maju berkontestasi. Bahkan pihaknya sudah mendirikan Sadulur Anies For DKJ untuk memenangkan mantan Gubernur DKI Jakarta tersebut.
Setelah Anies gagal berlayar, dia pun tertarik dengan fenomena gerakan coblos semua (gercos) yang menguat belakangan ini. Tapi mantan pejabat Kementerian Perindustrian ini masih menimbang-nimbang. Karena gercos sendiri tidak akan mempengaruhi hasil.
“Dilematis. Sekarang kan gerakan coblos semua semakin meningkat. Cuman masalahnya, berdasarkan peraturan, (yang akan dihitung) itu dari suara yang masuk atau suara sah. Jadi tetap akan ada yang menang. (Gercos) tidak mempengaruhi,” jelasnya.
Karena itulah menurutnya gugatan UU Pilkada agar disediakan opsi kotak kosong sebagai langkah yang tepat. Agar suara masyarakat yang tidak mendukung pasangan mana pun tersalurkan, dan dianggap sebagai suara sah.
Sebagaimana diketahui, gugatan UU Pilkada ini diajukan ke MK pada Jumat dua pekan lalu oleh tiga orang pengacara yaitu Heriyanto, Ramdansyah, dan Raziv Barokah. Uji materi ini pun telah tercatat dalam sistem pengajuan permohonan pengujian UU milik MK dengan nomor registrasi 120/PUU/PAN.MK/AP3/09/2024.
Raziv Barokah, salah seorang penggugat menjelaskan, uji materi ini dilakukan sebagai sebagai bentuk protes terhadap para elite politik yang mencalonkan kandidat kepala daerah bukan berdasarkan harapan atau aspirasi masyarakat.
Sehingga masyarakat yang tidak mendukung salah satu calon tetap bisa menyalurkan aspirasinya dengan memilih opsi kosong kalau gugatan mereka dikabulkan oleh MK. Bila nanti ‘kotak kosong’ memiliki jumlah suara yang lebih banyak dari perolehan suara para calon yang ada, maka harus digelar pilkada ulang dengan tahapan yang baru sejak dari awal.
“Karena bila terjadi seperti itu, maka pilkada ulang harus dilakukan dalam kurun setahun ke depan. Dan ini pun bukan hal baru di dunia ini. Berbagai negara di Asia, Eropa, hingga Amerika Latin seperti Kolombia sudah melakukan hal seperti itu,” ucapnya.
“Sebab, bagaimanapun setiap suara baik itu memilih atau tidak memilih calon harus dilindungi konstitusi dan hukum negara. Ingat itu merupakan aspirasi warga negara yang harus sama-sama dijamin tanpa kecuali,” tandasnya.